Dewa Made Karang Mahardika
Vebri Al Lintani mengenal dunia teater dari Teater Kembara, dan
mempelajarinya kemudian di Teater Gaung, walaupun ini bukan pengalaman
pertamanya dalam seni peran.
Tahun 1984 merupakan waktu dimana Ia pentas teater untuk pertama kalinya. Sejak kecil Ia telah mengenal seni. Dan beranjak remaja, Ia menyukai aktivitas menulis puisi dan membaca karya-karya eseis dan budayawan Indonesia. Tiga tahun kemudian, Vebri mulai tertarik dengan musik, dan belajar secara otodidak. Tahun 1991, Vebri mempelajari teknik penulisan naskah dan penyutradaraan di kampus Tridinanti Plaju. Sejak ini, Vebri telah menyutradarai banyak pertunjukan teater di Palembang. Naskahnya yang Ia anggap paling berkesan berjudul “Gadis Perawan di Sarang Jabalan,” yang disutradarai oleh Amir Hamzah, di bawah penilaian personil Teater Koma.
Tahun 1984 merupakan waktu dimana Ia pentas teater untuk pertama kalinya. Sejak kecil Ia telah mengenal seni. Dan beranjak remaja, Ia menyukai aktivitas menulis puisi dan membaca karya-karya eseis dan budayawan Indonesia. Tiga tahun kemudian, Vebri mulai tertarik dengan musik, dan belajar secara otodidak. Tahun 1991, Vebri mempelajari teknik penulisan naskah dan penyutradaraan di kampus Tridinanti Plaju. Sejak ini, Vebri telah menyutradarai banyak pertunjukan teater di Palembang. Naskahnya yang Ia anggap paling berkesan berjudul “Gadis Perawan di Sarang Jabalan,” yang disutradarai oleh Amir Hamzah, di bawah penilaian personil Teater Koma.
Menurut
Vebri, peran sutradara meliputi manajerial dalam artistik dan mengelola
seniman dengan mempertimbangkan segi potensi ataupun psikologi. Selain
bakat, seorang sutradara harus dapat mengelola grafik pengadeganan dan
memiliki pemahaman pada pengetahuan umum. Vebri melihat kualitas
pementasan teater umum di Palembang cenderung menurun bila dibandingkan
dengan era 70 hingga 80-an, namun secara kuantitas terjadi banyak
peningkatan terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa. Penurunan
antusiasme pertunjukan teater dalam masyarakat juga terjadi. Banyak hal
yang mendorong terjadinya ini. Kemajuan teknologi visual di dunia
entertainment menjadi salah satu penyebabnya. Masyarakat cenderung
lebih memilih televisi dan internet bila dibandingkan dengan menonton
pentas teater. Kondisi ini diperburuk dengan budaya konsumer yang
menghilangkan minat remaja dalam mengapresiasi karya seni dan
menyurutkan daya kreativitas.
Faktor lain yang membuat produktivitas karya menurun yaitu berkurangnya prasarana latihan. Bila dulu segala aktivitas berlatih dilakukan di Taman Budaya yang berlokasi strategis dan berjarak ideal, kini dipindahkan ke Jaka Baring yang relatif lebih jauh. “Tentu saja ini cukup menguras energi yang berimbas pada penurunan konsentrasi untuk berlatih,” ujar Vebri
Faktor lain yang membuat produktivitas karya menurun yaitu berkurangnya prasarana latihan. Bila dulu segala aktivitas berlatih dilakukan di Taman Budaya yang berlokasi strategis dan berjarak ideal, kini dipindahkan ke Jaka Baring yang relatif lebih jauh. “Tentu saja ini cukup menguras energi yang berimbas pada penurunan konsentrasi untuk berlatih,” ujar Vebri
Pada
acara Refleksi Seni dan Penganugerahan Seni Batanghari Sembilan 2011,
Vebri dipercaya sebagai sosok yang menyutradarai acara ini dengan tajuk
“Ukir Gelung Negak Belabar Kawat,” yang berasal dari bahasa Palembang
halus, dan berkisah tentang sayembara yang diadakan oleh raja bernama
Ukir Gelung untuk mencari pedamping putrinya melalui adu kesaktian.
Menurutnya event ini merupakan wujud sebuah refleksi yang dikemas dalam
bentuk kesenian, dan diharap menjadi bingkai dari acara-acara
terdahulu. Acara ini akan menampilkan pertunjukkan wayang Palembang
yang dirakit sedemikian rupa dengan perpaduan musik pop, tari, irama
melayu, dan Batanghari Sembilan.
Belum dapat diketahui
secara pasti, kapan seni perwayangan masuk ke Palembang. Belum
ditemukan catatan-catatan sejarah yang bisa memperkuat bukti-bukti.
Sejarah hanya mencatat bahwa sejak masa perang dunia pertama hingga
masa penjajahan Jepang, terdapat beberapa dalang wayang Palembang yang
kini telah menjadi mendiang. Sebutlah dalang Abbas dari kampung 30
Ilir, Hanan dari 17 Ilir, Abdul Rohim dari 1 Ulu, Agus dari 17 Ilir,
Hanan dari 14 Ilir Terusan, Muhammad Rasyid dan putranya Muhammad Rusdi
Rasyid dari 36 Ilir.
Mengenai sejarah wayang Palembang,
ketua program di Dewan Kesenian Palembang ini punya pendapat
tersendiri. Menurutnya, budaya Jawa mulai masuk di saat kerajaan
Sriwijaya mulai mengalami keruntuhan. Saat itu kerajaan Majapahit mulai
menempatkan beberapa wakilnya ke Sumatera, walaupun sesungguhnya itu di
luar batas kuasa Raja Majapahit. Terjadi kekosongan kekuasaan untuk
sementara waktu, sampai akhirnya Prabu Brawijaya mengangkat Jaka Dilah
menjadi raja di Palembang dengan gelar Arya Damar, yang juga dikenal
sebagai Arya Dilah. Istri Arya Damar--seorang putri cina yang
sebelumnya merupakan istri dari Brawijaya yang tengah mengandung--
melahirkan seorang putra bernama Raden Fatah. Setelah dewasa, Raden
Fatah berangkat ke tanah Jawa dan berguru dengan Sunan Ampel. Sejak itu
Raden Fatah menjadi pendakwah, termasuk metode dakwah melalui
pendekatan pola kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat dan
diantaranya adalah seni perwayangan.
Raden Fatah
dipercaya sebagai orang yang membawa budaya wayang masuk ke Palembang
sebagai media berdakwah yang lalu digunakan juga sebagai medium untuk
menghibur keluarga keraton. Namun adanya pertunjukan wayang di dalam
keraton sendiri masih diragukan oleh Vebri, mengingat berlaku sistem
keislaman yang ketat di dalam keraton, yang mengharamkan entertainment
kecuali itu berhubungan dengan dakwah dan bernuansa islami, semisal
gambus dan rebana. Meski begitu tidak tertutup kemungkinan terjadinya
akulturasi yang bisa dilihat dari beberapa bukti yang tersisa, baik itu
dalam bahasa yang digunakan sehari-hari ataupun pada sistem
penggelaran.pada strata masyarakat. Dalam perjalanannya yang panjang
semenjak memasuki wilayah Sumatera, wayang Palembang bersentuhan dengan
budaya setempat, mengadopsi unsur-unsur budaya lokal, terutama adalah
penggunaan bahasa Palembang dalam narasi maupun dialog. Penyerapan
kultur dari pulau Jawa ini yang dipadan dengan budaya melayu, membuat
kemungkinan bahwa wayang Palembang berasal dari pulau Jawa tak bisa
ditampik.
Penulis adalah aktivis media
alternatif gratis di skena hardcore punk Kota Palembang, yang tertarik
pada dadaisme, seni kolase, bir dan radiohead. Saat ini menjadi pewarta
ekonomi bagi Majalah Kinerja Bank di Palembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar