Selasa, 30 Juli 2013

Cerita Tentang Noken Papua

Hanas Warpur


Berbagai jenis karya budaya anak Papua yang kini masih dipertahankan
sebagai budaya orang asli Papua.


foto: bayumaitra.net


Sejarah panjang tentang noken (nama lain dari tas) mendorong tumbuhnya hubungan antar orang Papua. Seperti sikap kemandirian, kebiasaan tolong menolong. Noken dimaknai juga sebagai ”rumah berjalan” berisi segala kebutuhan. Apalagi ketika masyarakat Papua yang bertani pulang dari perkebunan mereka. Di dalam noken ini, berisikan hasil perkebunan yang dipanen. Di samping itu, noken dianggap sebagai simbol kesuburan perempuan, kehidupan yang baik, dan perdamaian. Di berbagai suku di Papua, noken menunjukkan status sosial pemakainya. Orang terkemuka dalam masyarakat, misalnya kepala suku, kadang-kadang memakai noken dengan
pola dan hiasan khusus. Noken sebagai simbol wanita Papua

“Nak, kalau besok mau pergi ke tanah Jawa, ingat, jangan lupa noken. Kebun biar besar dan hasil banyak, tapi kalo tidak pake noken isi hasil kebun, nanti banyak yang tertinggal busuk dan babi makan yang sisa karena tidak bisa muat semua. Kalau tas jahitan dari benang, tidak bisa muat, sebab nanti robek. Kalo tas sudah robek, nanti tidak ada tali hutan yang bisa pake jahit, terpaksa harus di buang. Noken kuat, noken mampu, dan kalau putus walau jarang, sudah pasti ada tali hutan yang
bisa dipakai menjahit,” ujar seorang anak Papua.

"Sementara di rumah yang penuh asap ini disebut  'rumah kaki seribu', kita sama-sama makan dan tidur disini. Noken semakin terkena asap, dia akan semakin kuat. Kalau tas, nanti makin kering dan cepat robek. Anak ada disini, belum punya kebun dan hasil kebun jadi cari noken sudah. Biar pake isi air dan makanan untuk anak pake bongkar kebun," ujar anak asli Papua. 

Noken menjalin hubungan cinta kasih antara orang tua dan anak, seorang anak akan mengingat kembali masa kecilnya ketika sebuah noken menjadi bagian dalam kehidupannya. “Siapa yang mencintai budayanya, maka ia akan lebih menghargai masyarakatnya sendiri karena dia lahir dari sebuah peradaban".

Tas bagi sebagian orang khususnya wanita, merupakan suatu kebutuhan tersendiri. Begitu pula bagi masyarakat Papua. ‘tas noken’ merupakan tas asli buatan wanita Papua. Tas Noken tradisional ini memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian dan kesuburan bagi masyarakat di tanah Papua, terutama kebanyakan di daerah pegunungan puncak seperti Damal, Suku Yali, Dani, Suku lani dan Bauz. Dahulu noken ini dibuat karena suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ketempat yang lain. 

Noken terbuat dari bahan kayu pohon manduam, pohon nawa/anggrek hutan. Masyarakat Papua biasanya menggunakan noken untuk bermacam-macam kegiatan. Noken yang berukuran besar dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, barang-barang belanjaan atau bahkan digunakan untuk membawa barang-barang pribadi. Berbeda dengan tas wanita di zaman sekarang dimana tas bahkan hanya dijadikan fashion semata. Membuat noken tidak cukup rumit karena tidak menggunakan mesin. Kayu tersebut diolah, dikeringkan dan kemudian dipintal menjadi benang. Variasi warna pada noken dibuat dari pewarna alami. Proses pembuatannya, mencapai satu sampai dengan dua minggu untuk noken yang berukuran kecil, sedangkan noken yang berukuran besar biasanya mencapai tiga minggu. 

Di daerah Sauwadarek, Papua, masih bisa ditemukan pembuatan noken secara langsung. Harga noken disana relatif murah antara Rp. 25.000,- perbuah tergantung jenis dan ukurannya. Menariknya dari noken ini hanya orang Papua saja yang boleh membuat noken. Mebuat noken dahulu, melambangkan kedewasaan bagi si perempuan. Karena jika perempuan Papua belum bisa membuat Noken, dia belum bisa dianggap dewasa, dan itu merupakan syarat untuk menikah. Tapi, sekarang para wanita di Papua sudah jarang yang bisah membuat noken padahal itu merupakan warisan budaya Papua. Menariknya, dari tas noken ini adalah dari cara menggunakannya. Tas ini digunakan di kepala dan sama dengan tas pada umumnya, tas ini digunakan untuk mebawah barang-barang kebutuhan sehari-hari. 

Selain itu, keunikan noken lainnya adalah difungsikan sebagai hadiah kenang-kenangan untuk tamu dan dipakai dalam upacara adat. Karena keunikan noken seperti disebutkan di atas, noken ini didaftarkan ke UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia. Pada, 6 Desember 2012 lalu, noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO. Pengakuan UNESCO ini, akan mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya noken yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua, dan Papua Barat. [***]



Hanas Warpur lahir di Papua dan kini menjadi pewarta di Tabura Pos di Manokwari. Penggemar olahraga sepakbola dan renang yang menaruh perhatian pada kebudayaan lokal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar