Senin, 16 September 2013

Frans Ekodhanto dalam Kelana Anak Rantau




 Sebagai penyair muda, Frans Ekodhanto Purba semakin menunjukan eksistensinya dalam dunia kepenyairan di Indonesia. Ia berhasil merampungkan kumpulan puisi tunggal berjudul “Kelana Anak Rantau”.

Buku yang memuat 62 puisi itu terdiri dua bab. Bab pertama bertajuk Mazmur Perjalanan berisi 32 puisi, dan bab kedua (Hikayat Kehidupan) berisi 30 sajak. Semua sajak dibuat dalam kurun waktu 2010-2013 dan tempat penulisan yang berbeda-beda.

“Kelana Anak Rantau” adalah buku puisi tunggal pertamanya. Frans mencoba untuk tak menyebutkan tempat pembuatan puisi. Pasalnya, ia tak mau mengikuti kebanyakan penyair yang selalu menonjolkan lokasi penulisan sebagai sebuah ‘kesombongan’ atau ‘keakuan’ penyair. Ia mengubah semua tempat dengan sebuatan ‘Kereta subuh’.

“Saya membebaskan kepada setiap orang untuk menapsir karya saya secara bebas. Dalam puisi-puisi, saya banyak berbicara tentang perjalanan hidup. Sebuah kelana akan menjadi sebuah pengembaraan untuk mencapai sebuah tujuan akhir,” ujar Frans dalam sebuah perbincangan bersama beberapa wartawan kebudayaan di Plaza Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2013).

Frans lahir di Desa Sei Suka Deras, Sumatra Utara (Sumut), 8 Juli 1986. Berasal dari keluarga sederhana, tumbuh dan besar di Medan, ibu kota Sumut. Menamatkan pendidikan di program S1 jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Jawa Barat (lulus 2010).

Ia mulai mengenal dan menyukai puisi semasa sekolah menengah pertama, kemudian memantapkannya di bangku perkuliahan dan organisasi-organisasi kemahasiswaan. Semasa kuliah, sajak-sajaknya pernah termaktub dalam sejumlah media massa lokal (daerah) dan nasional.

“Semua pengalaman yang saya alami, saya tuangkan dalam puisi-puisi. Ada tentang cinta, kritik sosial, dan kerinduan akan ibu di kampung halaman sana,” jelas lelaki yang bekerja sebagai wartawan seni dan budaya di Koran Jakarta itu.

Bicara sajak

Membicarakan Frans, tak bisa dipisahkan soal proses kreatif dan perjalanan hidupnya yang sedikit banyaknya tercermin pada larik, metafor, dan makna sajaknya. Secara harfiah, kata ‘Kelana’ dapat diartikan sebagai sebuah perjalanan atau pengembaraan seseorang pada tempat-tempat tertentu, seperti ke negeri orang atau ke kampung yang baru. Sedangkan kata ‘Rantau’ dapat diterjemahkan sebagai pencarian. Pencarian atas kehidupan, masa depan, harapan, tempat tinggal, serta pencarian-pencarian lainnya.


Dengan kata lain, sajak-sajak Frans yang terkumpul dalam buku puisi "Kelana Anak Rantau" ini merupakan suatu perjalanan yang terus melakukan pencarian yang tak berkesudahan.

Perjalanan yang tak tahu kapan sampainya. Pencarian yang tau tahu kapan temunya. Namun di dalam melakukan kelana tersebut, Frans kerap menemukan hal-hal yang lumrah atau bahkan baru saja ditemukan. Tak hanya itu, ketika melakukan pengelanaan, Frans tak jarang bertemu dengan simpang-simpang mimpi, harapan, kegelisahan, keresahan/kecemasan bahkan kerinduan yang tak habis-habis tentang segala hal. Tak mengherankan, jika membaca kumpulan buku puisinya, pembaca dipertemukan dengan tema-tema cinta dan kerinduan dalam arti yang luas.

Helatan peluncuran

Buku puisi “Kelana Anak Rantau” ini akan diluncurkan dan dibedah di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, pada Jumat, 30 Agustus 2013, pukul 16.00 WIB sampai selesai.

Rencananya, Bambang Subekti (Pimpinan PKJ TIM) dan Radhar Panca Dahana (budayawan) akan membuka acara tersebut. Lalu, akan dibedah oleh dua pembicara Hanna Fransisca (penyair) dan Damhuri Muhammad (cepenis/esais), serta moderator Renggi Putrima (penari dan penikmat sastra).

Sederet seniman akan turut meramaikan dengan berbagai pementasan. Mereka adalah penampilan musikalisasi puisi oleh Iwan Kurniawan (penyair/wartawan), Vukar Lodak (pemusik dan pengamat seni rupa), dan Teater Ghanta UNAS.

Lalu, pembacaan puisi Asrizal Nur (penyair/pembaca puisi multimedia), Sihar Ramses Simatupang (penyair/wartawan), Jose Rizal Manua (penyair/teaterawan), Nana Riskhi Susanti (penyair/wartawan), Andi Bersama (teaterawan), Fermana Manaloe (teaterawan), Idris Brandy (pelukis), Patrick Wowor (pelukis), Syahnagara Ismail (pelukis), Sri Warso Wahono (pelukis), dan performance sketsa Toto BS, serta penampilan-penampilan memukau lainnya. 


                                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar