Kamis, 26 September 2013

Rindu

foto: devianart.com



Bagaimana bisa kuutarkan rasa di hati sementara aku tak bisa merangkai kata. Bagaimana bisa kujelaskan kecamuk di hati sementara kosakataku tak banyak. Apa harus kuulang kata yang sama, penguasa hatiku. Ah, itu sungguh hanya akan memperlihatkan bahwa aku benar-benar miskin kata.

Seperti yang sering kulakukan, memotong-motong dialog, mencuri beberapa bait puisi, mengambil penggalan-penggalan cerita, dan mengutip kata-kata bijak, serta mendengarkan lagu-lagu pengantar tidur. Itu saja yang kubisa. Meminjam karya-karya besar para sastrawan itu, berharap rasaku terwakili. Namun, hingga kini, tak satu pun mampu mewakili perasaanku seutuhnya. Ada yang kurang, ada yang tertinggal, bahkan ada yang salah.

Kupikir aku ingin bercerita. Setiap malam hendak tidur, aku ingin seseorang mendengarkanku. Entah tentang apa saja. Akan kumulai dengan menggenggam tangannya, mengapit jemarinya dengan jari-jariku, kemudian membiarkan hangat telapak tangannya mengalir ke seluruh tubuhku. Hingga dia membiarkanku bercerita dalam peluknya.

Beberapa saat, kutak tahu apa yang ingin kuceritakan. Ah, apa yang mau kukatakan? Perasaan seperti apa? Dongeng apa yang bisa mengantarnya tidur? Harus mulai cerita dari mana?

Hati dan pikiranku dipenuhi banyak hal. Bagaikan sebatang pohon yang tinggi dan rindang. Akarnya sungguh kuat menopang tegak batang yang besar dan kokoh. Daun-daun yang hijau, rindang sekali. Harus  kumulai dari akar, batang, daun, atau ranting-rantingnya? Atau asal muasal pohon itu tumbuh di padang rumput yang ilalangnya setinggi pria dewasa?

Ini sungguh membingungkan. Memori yang mana yang akan kukeluarkan. Sementara dia sudah menungguku bersuara.  Dengarlah detak jantungnya mulai cepat, rasakanlah beberapa kali tubuhnya bergerak mempererat peluk, hembusan nafasnya seperti orang lelah menunggu.

Baiklah, baiklah, sebentar lagi dia bisa tenang, lalu tertidur nyenyak usai aku bercerita.
“Malam adalah teman yang sangat pengertian. Semua penat di keseharian bisa dilepaskan pada malam. Mimpi-mimpi indah dimulai saat ini. keakraban yang selalu ditunggu dapat dijalin saat ini. seperti yang tengah dan akan kita lakukan. Meski sangat jarang kunikmati malam dengan melihat langsung hiasannya yang menggantung tinggi di langit, namun kutahu malam-malam adalah keindahan yang tak mampu kugambarkan, sekalipun tanpa hiasannya itu.”

Peluknya terasa lebih hangat, sepertinya ia mulai memahamiku. Kulanjutkan lagi. “Kau tahu, kumerindukan saat-saat seperti ini setiap matahari menghilang”.

Dia memelukku lebih nyaman. Dan kulanjutkan cerita tentang mimpi-mimpiku. Hingga seseorang membuka pintu kamar dan memencet tombol lampu. Ibuku, selalu mengambil guling yang jatuh di lantai dan menaruhnya di atas badanku. Kudekap mesra guling kesayangan seperti semalam. Mencoba mengingat bunga tidurku yang baru saja berlalu. Lagi-lagi di subuh ini, aku tak ingat lagi.





Restiana Nurman 
mahasiswi Universitas Negeri Padang yang giat menulis cerpen, dan kini menjadi reporter inioke.com

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar