foto: devianart.com |
Bagaimana bisa kuutarkan rasa di
hati sementara aku tak bisa merangkai kata. Bagaimana bisa kujelaskan kecamuk
di hati sementara kosakataku tak banyak. Apa harus kuulang kata yang sama,
penguasa hatiku. Ah, itu sungguh hanya akan memperlihatkan bahwa aku
benar-benar miskin kata.
Seperti yang sering kulakukan,
memotong-motong dialog, mencuri beberapa bait puisi, mengambil
penggalan-penggalan cerita, dan mengutip kata-kata bijak, serta mendengarkan
lagu-lagu pengantar tidur. Itu saja yang kubisa. Meminjam karya-karya besar
para sastrawan itu, berharap rasaku terwakili. Namun, hingga kini, tak satu pun
mampu mewakili perasaanku seutuhnya. Ada yang kurang, ada yang tertinggal,
bahkan ada yang salah.
Kupikir aku ingin bercerita.
Setiap malam hendak tidur, aku ingin seseorang mendengarkanku. Entah tentang
apa saja. Akan kumulai dengan menggenggam tangannya, mengapit jemarinya dengan
jari-jariku, kemudian membiarkan hangat telapak tangannya mengalir ke seluruh
tubuhku. Hingga dia membiarkanku bercerita dalam peluknya.
Beberapa saat, kutak tahu apa
yang ingin kuceritakan. Ah, apa yang mau kukatakan? Perasaan seperti apa?
Dongeng apa yang bisa mengantarnya tidur? Harus mulai cerita dari mana?
Hati dan pikiranku dipenuhi
banyak hal. Bagaikan sebatang pohon yang tinggi dan rindang. Akarnya sungguh
kuat menopang tegak batang yang besar dan kokoh. Daun-daun yang hijau, rindang
sekali. Harus kumulai dari akar, batang,
daun, atau ranting-rantingnya? Atau asal muasal pohon itu tumbuh di padang
rumput yang ilalangnya setinggi pria dewasa?
Ini sungguh membingungkan. Memori
yang mana yang akan kukeluarkan. Sementara dia sudah menungguku bersuara. Dengarlah detak jantungnya mulai cepat,
rasakanlah beberapa kali tubuhnya
bergerak mempererat peluk, hembusan nafasnya seperti orang lelah menunggu.
Baiklah, baiklah, sebentar lagi
dia bisa tenang, lalu tertidur nyenyak usai aku bercerita.
“Malam adalah teman yang sangat
pengertian. Semua penat di keseharian bisa dilepaskan pada malam. Mimpi-mimpi
indah dimulai saat ini. keakraban yang selalu ditunggu dapat dijalin saat ini.
seperti yang tengah dan akan kita lakukan. Meski sangat jarang kunikmati malam
dengan melihat langsung hiasannya yang menggantung tinggi di langit, namun
kutahu malam-malam adalah keindahan yang tak mampu kugambarkan, sekalipun tanpa
hiasannya itu.”
Peluknya terasa lebih hangat,
sepertinya ia mulai memahamiku. Kulanjutkan lagi. “Kau tahu, kumerindukan
saat-saat seperti ini setiap matahari menghilang”.
Dia memelukku lebih nyaman. Dan
kulanjutkan cerita tentang mimpi-mimpiku. Hingga seseorang membuka pintu kamar
dan memencet tombol lampu. Ibuku, selalu mengambil guling yang jatuh di lantai
dan menaruhnya di atas badanku. Kudekap mesra guling kesayangan seperti
semalam. Mencoba mengingat bunga tidurku yang baru saja berlalu. Lagi-lagi di
subuh ini, aku tak ingat lagi.
mahasiswi Universitas Negeri Padang yang giat menulis cerpen, dan kini menjadi reporter inioke.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar