Minggu, 04 Agustus 2013

Angin Jelata


Ina Kaka


Pagi kami kehilangan mataharinya
Gemeletuk dingin bertahta meski terik siang menjalar
Keluh tidak ada guna
Senyum saja terus diulas
Sudut mata adalah saksi sia-sia
Seperti  pagi ini
Pukul sebelas kala pagi menjelang siang

Ibu adalah lagi-lagi pengurai kata penghiburan 
Pencipta tawa sekitar yang dengar
Aku, adik-adik dan anak tetangga

Pukul sebelas kala pagi menjelang siang
Ada tangis dalam hela nafas tawa ibu

Harga beras naik
Harga ikan naik
Harga sayur naik
Harga telur naik
Minyak goreng juga naik

Pukul sebelas kala pagi menjelang siang
Ada tangis dalam hela nafas tawa ibu

Sekolah dasar gratis hanya slogan
Berobat murah tak mujarab obatnya
Tawa kami diselingi tarikan ingus
Celoteh kami berirama serak batuk kering
Canda kami terucap dalam keroncongan perut

Kami jelata berkicau seperti meracau
Bertutur angan yang mustahil
Kenyang di tanah sendiri

Bagi jelata
Sejahtera  itu mimpi

INA KAKA, 6/3/139 am, serambi pastoran Atmajaya-Jakarta





Ina Kaka, mahasiswi Institut Kesenian Jakarta yang menaruh minat pada puisi dan seni pertunjukan
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar